Rabu, 01 Februari 2012

Nusa Stone: Product

https://masterkey.masterweb.net/aff.php?aff=8292
Selasa, 08 Februari 2011

Sebutir Mutiara terselip di Lodan

Tak kudengar ucapan salam bahkan mengetuk pintu pun tidak, mungkin seorang musyafir yang sedang berteduh sekedar melepas lelah saja. Nampaknya benar itu seorang musyafir, kulihat sedang duduk dengan kaki dikedua sisi, begitu hening ditemani oleh gumpalan-gumpalan kapas dikegelapan.

Masih teringat di halte itu, awal yang tak akan pernah diakhiri sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, pokonya jauh namun seolah ada disamping kita, terasa dekat namun butuh satu jam untuk menempuhnya. Ada rindu yang terselip dibalik mimpi, bantu aku untuk menterjemahkannya agar menjadi maha karya yang begitu mengagumkan. Ada sebutir mutiara terselip di Lodan, saya yakin akan dapat menemukannya dan membawanya pulang.

Saya tidak mau menodai niat baik ini, saya yakin hal baik yang saya lakukan Insya Allah akan dibalas dengan kebaikan pula. Sudah menjadi tekad bulat saya, dalam menentukan kesempatan ini.

Saya mau yang sederhana saja,

Kamis, 02 Desember 2010

cemara


Cemara tertunduk tapi tak melamun. Wajahnya tak dapat kulukiskan, seperti menyimpan cerita yang ingin segera diperdengarkan. Aku ingin tau kenapa seraut wajah itu seperti begitu menyimpan misteri. Lebih dekat kucoba ikut merasakannya, hanya diam tak berkata-kata. Kuberanikan menyapa, seperti terusik, tapi menetes air matanya. “Apa yang sedang terjadi denganmu sayang?” Aku menatapnya tapi cemara tetap tertunduk. Sekali lagi air matanya menetes “sayang air mata itu untukku?” cemara hanya diam. Mulutnya seperti ingin berhenti membisu, isak tangis yang tak dapat disembunyikan memaksanya untuk mengadu. Lebih dekat dengan duduk disampingnya mungkin akan menceriakan kembali suasana, kata hatiku. Tangannya halus basah air mata, “sayang duka apa yang membuatmu seperti ini? Tidak, kamu tidak sendiri karena ada aku disini.” Kuusap air matanya, pipinya halus, rona diwajahnya berubah menjadi senyum. “ada apa dengan hatimu sayang? Sayang!” cemara menatapku, kusentuh pipinya dan kucium bibirnya. Cemara berdiri, “marah?! Ngambek?” kembali cemara duduk dan tertunduk. “ayolah! Maafkan aku.” Cemara tetap diam.

Selasa, 23 November 2010

Demo

Kegiatan yang satu ini seperti menjadi kegemaran para Mahasiswa. Pak Polisi adalah mimpi buruk bagi mereka, walau begitu tak sedikit pun semangat para Mahasiswa menjadi luntur. “maaaaaaju tak gentaaaarr, memmbeeeeeela yang benaaaar….. “ begitu teriak para Mahasiswa. Pak Polisi geram ketika harus meladeni kelakuan para Mahasiswa. Dengan membawa senjata, pak Polisi seolah berada di medan pertempuran yang sebagian besar berpakaian perang berusaha menghantui para Mahasiswa. Ada yang bercelana dan ada yang tidak bercelana, maksudnya laki-laki dan perempuan. Ada yang bertopeng dan ada juga yang bersembunyi dibalik topeng. Ada sebagian kecil yang menyamar menguasai aksi seolah adalah benar panutan hati nurani rakyat pengemban tujuan aksi demo. Ada juga yang sebagian besar dibayar hanya untuk meramaikan suasana demo. Itu semua tidaklah penting. Kembali saya tekankan itu semua tidaklah penting, lalu yang terpenting dari itu semua apa? Seolah menjadi warisan yang tidak akan habis hingga tujuh turunan. Mari mengingat kembali, orang-orang penting yang duduk dikursi itu dahulu adalah para Mahasiswa seperti saat ini yang tidak percaya akan pemerintahan yang sedang berkuasa. Ungkapan-ungkapan, suara-suara yang mereka bawa dahulunya juga sama seperti yang disampaikan para Mahasiswa masa kini. Hanya perbedaannya kalau dahulu itu tergerak dari hati nurani, sedang yang sekarang itu adalah seolah sandiwara saja. Mereka boleh tersenyum saat demo seperti oknum yang berhasil menggerakkan aksi demo dengan biaya mahal, mereka boleh marah saat demo seperti para pegawai yang tidak juga berhasil mendapatkan pesangonnya, mereka boleh diam saat demo seperti para Mahasiswa saat mogok makan.

Jumat, 19 November 2010

nampan

Seorang putri datang dengan membawa nampan, betapa senang hatiku melihatnya. Oh, kenapa tidak ada isinya? Nampanmu Kosong wahai putri. Sang putri tertunduk diam, berdiri disudut pintu sendepel sambil garuk-garuk kepala. Rupanya sang putri lagi jualan nampan.

“tidak mas, nampan ini merek terkenal, ini produk jerman bukan produk cina seperti yang ada di pasar Tanah Abang.” Seru sang putri.

“Oh, berapa putrid jual nampan itu?” Tanya pemilik rumah.

“Ayah siapa itu?” terdengar suara dari balik gordien, lembut sekali.

“penjual nampan menawarkan barang dagangannya, bunda mau lihat-lihat?” jawab pemilik rumah yang bergaya arsitektur minimalis tropis sebuah hunian di pinggiran Jakarta Selatan.

“maaf pak saya salah masuk, sebaiknya saya menawarkan dagangan saya di rumah ujung jalan ini, dekat dengan warung kopi itu.” Sambil tersenyum putri berbalik, mendekap nampannya dengan erat seolah mengisyaratkan rindu yang begitu dalam.

“Oh ya, terima kasih sudah menawarkan kesini, mungkin lain kali kami akan membeli nampan putri.” Kata pemilik rumah sedikit mewah itu.

“Ayah biasa aja kali, ayo masuk bantuin bunda bikin bakwan jagung!” seolah memahami tragedy pagi itu.

(bersambung…)08:24wib191110
Kamis, 11 November 2010

penulis


“Kurelakan sebagian malamku tersita oleh angan-angan, mimpi-mimpi dan harapan-harapan yang belum pasti.”

Apa yang dirasakannya, tiada yang tau. Hanya sekilas pandangan yang sempat mengganggu, mengusik konsentrasinya. Akhirnya pensil itu patah, dan kembali harus diraut dengan pikiran mengandai-andai pergi entah kemana, berusaha tak kehilangan moment yang sempat mengibur. Pensil itu pun sudah diraut, siap kembali menari diatas sobekan kertas yang sudah tertata rapi, membentuk satu halaman. Tiba-tiba teringat, halamam semalam hampir selesai. Tapi dimana sobekan itu? Tulisan ini akan menjadi cerita yang panjang.... bersambung

Jakarta, Feb 21, 2007

Rabu, 10 November 2010

mbah maridjan


Saya tidak tau harus menangis karena kehilangan atau menangis karena harus membiarkannya pergi. Tapi dia menatapku seperti menyesal sudah mengambil keputusan itu. Akhirnya dengan terpaksa Saya pun harus merelakan kepergiannya, walau benar hati ini masih menyayanginga, walaupun benar hati ini masih sangat ingin selalu bersamanya. Untuk Mbah Marijan, semoga amal ibadahmu diterima dan mendapat tempat disisiNya.

Pengikut

ShoutMix


ShoutMix chat widget
Diberdayakan oleh Blogger.

visitor today