Selasa, 23 November 2010

Demo

Kegiatan yang satu ini seperti menjadi kegemaran para Mahasiswa. Pak Polisi adalah mimpi buruk bagi mereka, walau begitu tak sedikit pun semangat para Mahasiswa menjadi luntur. “maaaaaaju tak gentaaaarr, memmbeeeeeela yang benaaaar….. “ begitu teriak para Mahasiswa. Pak Polisi geram ketika harus meladeni kelakuan para Mahasiswa. Dengan membawa senjata, pak Polisi seolah berada di medan pertempuran yang sebagian besar berpakaian perang berusaha menghantui para Mahasiswa. Ada yang bercelana dan ada yang tidak bercelana, maksudnya laki-laki dan perempuan. Ada yang bertopeng dan ada juga yang bersembunyi dibalik topeng. Ada sebagian kecil yang menyamar menguasai aksi seolah adalah benar panutan hati nurani rakyat pengemban tujuan aksi demo. Ada juga yang sebagian besar dibayar hanya untuk meramaikan suasana demo. Itu semua tidaklah penting. Kembali saya tekankan itu semua tidaklah penting, lalu yang terpenting dari itu semua apa? Seolah menjadi warisan yang tidak akan habis hingga tujuh turunan. Mari mengingat kembali, orang-orang penting yang duduk dikursi itu dahulu adalah para Mahasiswa seperti saat ini yang tidak percaya akan pemerintahan yang sedang berkuasa. Ungkapan-ungkapan, suara-suara yang mereka bawa dahulunya juga sama seperti yang disampaikan para Mahasiswa masa kini. Hanya perbedaannya kalau dahulu itu tergerak dari hati nurani, sedang yang sekarang itu adalah seolah sandiwara saja. Mereka boleh tersenyum saat demo seperti oknum yang berhasil menggerakkan aksi demo dengan biaya mahal, mereka boleh marah saat demo seperti para pegawai yang tidak juga berhasil mendapatkan pesangonnya, mereka boleh diam saat demo seperti para Mahasiswa saat mogok makan.

Jumat, 19 November 2010

nampan

Seorang putri datang dengan membawa nampan, betapa senang hatiku melihatnya. Oh, kenapa tidak ada isinya? Nampanmu Kosong wahai putri. Sang putri tertunduk diam, berdiri disudut pintu sendepel sambil garuk-garuk kepala. Rupanya sang putri lagi jualan nampan.

“tidak mas, nampan ini merek terkenal, ini produk jerman bukan produk cina seperti yang ada di pasar Tanah Abang.” Seru sang putri.

“Oh, berapa putrid jual nampan itu?” Tanya pemilik rumah.

“Ayah siapa itu?” terdengar suara dari balik gordien, lembut sekali.

“penjual nampan menawarkan barang dagangannya, bunda mau lihat-lihat?” jawab pemilik rumah yang bergaya arsitektur minimalis tropis sebuah hunian di pinggiran Jakarta Selatan.

“maaf pak saya salah masuk, sebaiknya saya menawarkan dagangan saya di rumah ujung jalan ini, dekat dengan warung kopi itu.” Sambil tersenyum putri berbalik, mendekap nampannya dengan erat seolah mengisyaratkan rindu yang begitu dalam.

“Oh ya, terima kasih sudah menawarkan kesini, mungkin lain kali kami akan membeli nampan putri.” Kata pemilik rumah sedikit mewah itu.

“Ayah biasa aja kali, ayo masuk bantuin bunda bikin bakwan jagung!” seolah memahami tragedy pagi itu.

(bersambung…)08:24wib191110
Kamis, 11 November 2010

penulis


“Kurelakan sebagian malamku tersita oleh angan-angan, mimpi-mimpi dan harapan-harapan yang belum pasti.”

Apa yang dirasakannya, tiada yang tau. Hanya sekilas pandangan yang sempat mengganggu, mengusik konsentrasinya. Akhirnya pensil itu patah, dan kembali harus diraut dengan pikiran mengandai-andai pergi entah kemana, berusaha tak kehilangan moment yang sempat mengibur. Pensil itu pun sudah diraut, siap kembali menari diatas sobekan kertas yang sudah tertata rapi, membentuk satu halaman. Tiba-tiba teringat, halamam semalam hampir selesai. Tapi dimana sobekan itu? Tulisan ini akan menjadi cerita yang panjang.... bersambung

Jakarta, Feb 21, 2007

Rabu, 10 November 2010

mbah maridjan


Saya tidak tau harus menangis karena kehilangan atau menangis karena harus membiarkannya pergi. Tapi dia menatapku seperti menyesal sudah mengambil keputusan itu. Akhirnya dengan terpaksa Saya pun harus merelakan kepergiannya, walau benar hati ini masih menyayanginga, walaupun benar hati ini masih sangat ingin selalu bersamanya. Untuk Mbah Marijan, semoga amal ibadahmu diterima dan mendapat tempat disisiNya.

gelar

Saya tidak yakin kalau perempuan itu cantik. Saya lebih suka menyapanya
“hai kambing!”
dari pada
“hai sayang!”
Kalimat tersebut mengingatkan kepada saya tentang seorang perempuan yang sekitar dua tahun lalu hadir seolah bidadari begitu cantik bagi saya. Karena memiliki kebiasaan yang jarang mandi maka sebutan kambing berhasil saya sematkan merupakan gelar kehormatan baginya. Perempuan itu pun tak kalah dan merasa kalah begitu saja, akhirnya sebutan sapi yang dilontarkannya berhasil saya sandang dengan bangga. Entah sebenarnya saya pun merasa agak aneh, tapi tak dapat saya pungkiri gelar itu hingga kini tetap saya sandang dengan bangga.

sukses itu indah


Kesuksesan itu bisa berada di bawah bukit atau di atas gunung. Apabila di bawah bukit kita akan dg mudah dapat meraihnya tetapi akan kesulitan saat membawanya kembali. Apabila di atas gunung kita akan kesulitan untuk mengambilnya tetapi akan sangat mudah untuk membawanya kembali pulang. Oleh Heru siswanto

hati


Aku yg slalu tersingkir, tak ada yg mau mengerti aku. Setiap hri yg trsisa hnya lamunan dan malam yg bgitu sepi slalu dikelilingi mimpi, jadikan aku lupa akan arti hidup ini. Terkadang aku bingung, lelah seperti tanpa jiwa. Orang mngatakan 'Keindahan' itu terukir dr dlm hati, krena hati tdk prnah bohong. Padahal hati tdk bisa melihat seperti mata, hati tdk bisa merasa seperti lidah, hati tdk bisa meraba seperti tangan-tangan dan hati tdk bisa brkata-kata, hati tdk bisa mendengar seperti telinga. Hati tdk bisa apa-apa. Hati hanya bisa diam. Hati hanya bisa menyaksikan. Hati hanya bisa menyadari. Kalau hati adalah seperti debu yg tertiup angin terbang kemana arah hembusan,maka hati adalah tdk jauh dari udara. Hati jg bukan pasir, hati adalah segumpal darah. Sekarang hati yg ada di dalam tubuh ini. Mengapa semua orang berdiri seperti mengenalku. Ini hati? Benarkah ia berkata? Oh tidak! harusnya kubuang jauh dan tak pernah ada perdebatan ini.

setetes embun


Membalut embun dengan senyum sebelum mentari muncul merebut seraut wajah indah itu. Pagi datang hanya sebentar seperti ia tau bahwa tak pernah ada yang suka akan kehadirannya. Walau begitu pagi tetap muncul, sebab ternyata masih ada yang selalu setia menunggu kedatangannya. Ya, dialah setetes embun yang sungguh begitu suci, sifat apa adanya tak pernah mengeluh sebagai cermin seraut wajah indah itu. Berbeda dengan malam, malam begitu dinanti, malam begitu disuka dan pabila malamkan pergi semua begitu berat melepasnya, sebab disetiap kepergiannya malam selalu menyimpan sejuta mimpi. Malam begitu cerdik, dia buat semua seperti kehilangan saat dia pergi sehingga yang setia kepadanya selalu berat melepas kepergiannya.

sebuah jepit


Senang bisa mengenalmu kembali, masih ingat pagi itu di gerbang sekolah saat malu-malu menunduk dan tersenyum seperti terpaksa beranikan diri untuk memandang. "wew cantik sekali dengan sebuah jepit yang mungil dirambutmu..." Yah itu adalah saat pertama kali aku sadar bahwa aku punya hati untukmu. Sekarang kamu masih cantik...
-bersambung-

nenek bawel


Nenek bawel adalah sebuah sebutan untuk seorang perempuan yang tidak tau mengapa kata itu menurut saya pantas dan cocok sekali saya berikan kepadanya. Memang agaknya sedikit aneh kalau dibilang bahkan mungkin perempuan itu-pun akan marah jika tau sebutan itu saya anggap sungguh istimewa baginya. Saya sedikit tersenyum sebenarnya ketika memberikan sebutan itu untuknya, kok bisa perempuan secantik itu mendapat sebutan seperti itu? Ada apa dengan perempuan secantik itu? Bukankah dia sungguh istimewa? Apakah tidak ada sebutan sebuah kata yang mewakili segala keistimewaannya yang lebih pantas untuknya? Sejenak saya merenung, sebenarnya ini salah siapa, seolah seperti ada pertengkaran batin. Saya kembali tersenyum, terdiam sejenak.

Nafas ini masih seirama dengan detak jantungku, aku dapat merasakan ini malam tidak seperti beberapa malam-malam yang lalu, saat aku menikmati malam waktu itu tidak ada sesuatu yang mampu mengusik konsentrasiku dalam mencumbu malam. Memang benar harus ku akui diam-diam aku suka bercinta dengan malam, biasanya kulakukan ketika duduk dengan kaki dikedua sisi saat gumpalan-gumpalan kapas dikegelapan yang seolah melarang sang rembulan untuk hadir. Tapi malam kali ini, entah mengapa sebuah kata itu hadir, seperti kata keramat yang mampu mengingatkanku kepada seraut wajah perempuan cantik itu.

“bawel” hampir separuh malamku habis untuk memaknai kata keramat itu, sesekali wajahnya melintas. Kali ini gumpalan-gumpalan kapas dikegelapan seperti tau situasi yang sedang terjadi disini, sehingga sang rembulan dibiarkan hadir dengan wajah seperti saat pertama kali aku mengaguminya. Mungkin gumpalan kapas itu tidak ingin peranannya tergantikan oleh wajah baru seorang perempuan yang tiba-tiba datang dengan mudahnya mengacaukan hampir separuh malam yang biasa aku habiskan bersamanya. Namun gumpalan kapas di kegelapan harus sadar, seperti kata hatiku, sang Rembulan saja lebih memilih diam menyaksikan dari persinggahannya, daripada menantangku. Ini jaman sudah berbeda bung! Pabila engkau ingin tetap ada, tetap mendapat tempat ditempat yang kusediakan untukku, maka janganlah engkau berulah. Kukatakan kepadanya : “wahai gumpalan-gumpalan kapas dikegelapan, tetaplah engkau jalani kodratmu seperi sang Rembulan, persoalan sekarang perhatianku sudah mulai terbagi dengan perempuan itu, janganlah engkau sok merasa iri. Maknai kodratmu. Perananmu tidak akan berubah, perkara aku pernah bercumbu dengan malam anggap saja itu adalah suatu kekhilafan. Sekarang sudah tidak perlu diperdebatkan lagi, jalani saja apa adanya biarkan mengalir seperti waktu yang kian hari kian menambah ketuannmu”.

Pasar seni pada sabtu depan pasti akan sangat menarik, suasananya dapat kurasakan. “nenek bawel” tiba-tiba saja datang seperti ingin membuat perhitungan dengan-ku. Wajahnya begitu menakutkan, saya tak dapat membedakan antara yang sedang tersenyum atau marah. Berteriak-teriak menuju ke arahku tetapi tak menyebut namaku, menggedor pintu hatiku. Langsung saja kukunci pintu itu sebelum perempuan itu berhasil merebut pandanganku. Oh! Begitu menakutkan, kenapa seorang perempuan cantik itu tiba-tiba berubah menjadi aneh dan konyol seperti itu? Aku tak boleh menatapnya, jangan sampai raut wajah terakhirnya datang menyita sebagian malam yang biasa kunikmati. Aku tak ingin kembali mengecewakan sang Rembulan dan gumpalan-gumpalan kapas dikegelapan yang lebih setia menjadi teman malamku.

(bersambung...)

mencari hati


Aku sudah menyelam hingga kedasar titik terdalam samudera, namun belum juga kutemui
Aku sudah terbang melayang hingga titik tertinggi imajinasi, pun juga tidak ada disana.
Bahkan aku juga sudah pernah menyusuri sepanjang perjalanan hidup ini hingga titik terjauh hakikat kehidupan, tetap belum juga berhasil kudapatkan.

Lalu kemana aku harus menemui-mu? Bagaimana aku bisa menjumpai-mu jika engkau selalu bersembunyi? Ayolah, jangan engkau buat aku menjadi seperti ini. Sadarlah, rasakanlah bahwa jauh kedalam katiku engkau selalu ada. Bahkan pada setiap kedipan mataku di sepanjang hembusan nafasku engkau selalu ada. Tak mampu aku melupakan-mu. Dengarlah degub jantungku yang mengulum asma-mu.

(bersambung...)

tanah Indonesia


Sebuah gambaran tentang masa depan, siapa yang dapat melihat masa depan? Agaknya akan sangat menarik bila topik pembicaraan ini dimasukkan kedalam agenda pembahasan Presiden eSBeYe sebagai salah satu pokok permasalahan yang membutuhkan pemikiran bijak. Mungkin, tapi apakah sampai terpikir oleh para pejabat Negara yang katanya sebagai wakil rakyat kaum intelek sekaligus sebagai panutan rakyat, sedikit saja terlintas akan topik tersebut. Ya mungkin, buktinya tulisan ini bisa ada, buktinya katanya rakyat masih sengsara, buktinya para sarjana masih susah mencari kerja, buktinya masih banyak TKI yang bekerja di luar sana (sebut saja Malaysia), lalu yang seperti apa gambaran tentang masa depan itu?

Ada seorang sahabat mengatakan bahkan sampai membuat sebuah analisa untuk menguatkan pendapatnya (di Facebook itu dijelaskan). Negara terkaya di dunia adalah Indonesia (maaf sebenarnya bukan Indonesia menurut saya, namun karena semua keistimewaan itu ada di tanah Indonesia maka saya langsung berani menyambungkan maksud sahabat saya dengan menyempurnakan pesannya itu menjadi “Negara terkaya di dunia adalah tanah Indonesia” kurang lebih begitu).

(bersambung...)

kail


Kail itu berwarna kuning, kail yang berwarna merah itu hebat sekali dari pagi hingga siang begini sudah berkilo-kilo yang dihasilkan. Kail yang berwarna hijau pemenangnya, walau hanya satu ekor namun berat yang dihasilkan 2.4 kg. Pemenang kedua dengan berat 2.1 kg adalah kail berwarna merah yang lain, pemiliknya sudah tua dengan sebatang rokok yang selalu ada dibibir menambah konsentrasi katannya. Kail yang berwarna kuning di ujung sana dengan lapak nomor 18 hanya menadapat se-ekor saja, itupun paling-paling beratnya 8 ons. Masih begitu bersemangat kelihatannya, bahkan sekarang dengan ayahnya saya yakin mereka akan dapat mengalahkan prestasi kail yang berwarna hijau. Rupanya sang ayah datang dengan membawa resep yang lebih mantap. Ubi diparut seperti parutan keju yang lezat dengan cairan susu yang meleleh diatasnya dan butiran coklat meses ceres berwarna pink. Entah mungkin istrinya salah ketika membeli sebungkus ceres berwarna pink itu, tapi kelihatannya dengan serius sang ayah membuat adonan resep baru sesekali konsentrasinya disibukkan oleh goyangan kail berwarna kuning ditengah kolam dekat pancuran air yang sengaja disiapkan oleh panitia. “Angkat-angkat, tarik yang kencang cepat!” teriak sang ayah. Oh ternyata besar sekali nampaknya, kail berwarna kuning itu sudah tidak terlihat, tenggelam hingga kedasar dibawa sang emas super kontan semua peserta berteriak memberi selamat seraya berharap sang dapat ditangkap dengan berat yang dapat mengalahkan prestasi kail berwarna hijau itu. “Ayah cepat ambil seser, cepat ayah!” teriak sang anak. Seser sudah siap ketika berada didekat pinggiran, sang emas super terlepas, “yah lepas deh!” dengan kecewa sang ayah membawa seser menyaksikan kegagalan sang anak. Seser dibuang begitu saja, kail berwarna hijau hanya tersenyum menyaksikannya. “syukur dah ka gak jadi ketangkep…” pemilik kail berwarna hijau seolah berdoa.

di-kan


Saya tidak tau mengapa, jika sebuah kata itu dilengkapi dengan awalan dan akhiran di-kan maka seolah semua akan hancur. Suasana psikologis akan terganggu, emosi akan tidak terkendali, bahkan semangat produktifitas kerja-pun akan menurun drastis. Entah ini disengaja atau memang merupakan tuntutan dari perkembangan jaman, namun hemat saya awalan dan akhiran di-kan ini seharusnya dihilangkan saja dari koleksi kamus bahasa Indonesia. Mengapa tidak, jika awalan dan akhiran di-kan ini dikolaborasikan maka seseorang dituntut harus waspada, bisa jadi ini adalah sumber malapetaka atau mungkin bagi yang mampu menyikapi dengan sedikit berkelit, saya yakin awalan dan akhiran di-kan ini tidak berpengaruh sedikitpun, mungkin juga akan memegang gelar terhormat “wall face” kata orang inggris. Akhirnya saya menyikapi bahwa awalan dan akhiran di-kan ini lebih baik kita anggap angin lalu, persetan mau awalan dan akhiran di-kan itu ada karena sang pimpinan Personalia sudah menganalisa untung ruginya jika benar diturunkan atau bahkan sang Direktur sendiri sudah geram akan sejarahnya. Masa bodoh dengan awalan dan akhiran di-kan yang sudah merampas hampir menyiksa di separuh malam istirahatku. Kembali saya berfikir kritis, daripada saya mendahului awalan dan akhiran di-kan lebih baik saya mengacuhkannya, toh jika benar awalan dan akhiran di-kan itu disetujui benar diturunkan untukku, aku akan mendapat pesangon 10 x gaji, sebab aku kan salah satu pegawai teladan walau semua usahakaku hampir mirip dengan bullshit.

copet


Copet adalah profesi yang tidak harus melalui proses psikotes, interview atau-pun tes tulis bahkan sampai harus membuat surat lamaran kerja dalam proses seleksinya. Siapapun boleh memilih pekerjaan tersebut sebagai profesinya. Apalagi perkembangan jenjang karir profesi yang satu ini memang prospeknya benar-benar meyakinkan. Tidak menutup kemungkian sekali beraksi sudah bisa menghasilkan rumah, mobil bahkan terkadang ada juga yang hanya mendapatkan hasil dibawah standar UMR pemerintah. Memang benar besarnya penghasilan berbading dengan resikonya, namun setidaknya dengan profesi tersebut dapat dipastikan tidak akan ada lagi yang namanya kesulitan dalam mencari pekerjaan. Bagaimana tidak, dengan profesi tersebut dimanapun berada sudah dapat bekerja pakemnya ketentuan dan prosedur pekerjaan setiap profesi.

(bersambung…)

Pengikut

ShoutMix


ShoutMix chat widget
Diberdayakan oleh Blogger.

visitor today